Menarainfo,Bukittinggi- Sipasan raksasa tiba-tiba melintas di tengah kerumunan massa. Tetapi, alih-alih takut dengan binatang berbisa yang terkenal dengan jepitannya itu, masyarakat justru berkerumun menyaksikan kelabang yang meliuk-liuk ditingkahi suara musik yang memekakkan telinga. Ya, sipasan ini ternyata sebuah pertunjukkan berupa arak-arakan yang menyerupai lipan yang digotong berkeliling kota. Orang Minangkabau menyebutnya sipasan.
Alat musik ritmis seperti tutup periuk atau yang biasa disebut simbal itu, dimainkan anak-anak remaja Tionghoa. Mereka membuat penonton terpukau dengan keunikan busana yang menarik dengan warna dominan merah sebagai simbol keberuntungan. Pertunjukkan ini seperti oase di tengah kelangkaan seni tradisional Indonesia, yang kesohor sejak masa Dinasti China pada abad ketiga sebelum Masehi itu.
Pertunjukkan ini biasanya diiringi dengan Tarian Naga atau Tari Barongsai, yang dibawakan pemuda dan remaja keturunan Tionghoa. Mereka ada yang berperan sebagai penari dan pemusik yang mengiringi pertunjukkan, yang diadakan setiap Tahun Baru Imlek atau acara Cap Go Meh.