Punya hafalan Alquran merupakan sebuah prestasi luar biasa. Prestasi dunia lebih lebih prestasi akhirat. Bisa baca Alquran tanpa membawa mushafnya. Melantunkan ‘kalam suci’dengan leluasa. Bisa mengaji di manapun—tempat yang layak menjadi kepuasan batin tersendiri.
Dewasa ini, telah menjamur rumah-rumah tahfidz, pondok pesantren, madrasah, sekolah islam terpadu dan lembaga-lembaga lainnya yang bertujuan mencetak generasi Qur’an.
Tahfidz Al-quran dijadikan program unggulan yang banyak diminati oleh para orang tua. Mereka berbondong-bondong menyekolahkan anak di sana. Memang benar, telah banyak lahir punggawa yang punya hafalan 2, 5, 7, 8, 10, 15 bahkan 30 juz. Mereka dibina dan digembleng untuk menghafal Alquran dan mengamalkannya.
Namun yang menjadi persoalan, tidak sedikit yang setelah keluar dari lembaga atau sekolah qur’an, kemudian berbaur dengan masyarakat hafalannya terkikis, sedikit demi sedikit mulai hilang. Sebab tidak lagi diulang ulang (Muraja’ah) dan pergaulan serta kesibukan dunia sering kali membawa hanyut.