Orientalisme dan Terjemahan Al-Qur'an oleh Sieur du Ryer: Analisis Kritikal terhadap The Alcoran of Mahomet

*Muhammad Rizky Wahhabbi

Sabtu, 14 Desember 2024 | Opini
Orientalisme dan Terjemahan Al-Qur'an oleh Sieur du Ryer: Analisis Kritikal terhadap The...
.

Sieur du Ryer, seorang diplomat dan penerjemah asal Prancis, menerjemahkan Al-Qur'an ke dalam bahasa Prancis pada tahun 1688 dalam sebuah karya yang berjudul The Alcoran of Mahomet. Terjemahan ini menjadi salah satu contoh utama dari karya orientalis pada masa itu, yang bertujuan untuk memperkenalkan teks-teks agama Islam kepada pembaca Eropa. Namun, meskipun terjemahan ini memainkan peran penting dalam penyebaran pemahaman tentang Islam di Barat, The Alcoran of Mahomet tidak bisa lepas dari kritik terhadap orientalisme—sebuah perspektif yang sering kali mencerminkan bias dan prasangka terhadap Timur. Artikel ini akan membahas bagaimana penerjemahan Sieur du Ryer, misalnya orientalisme, membentuk pemahaman Eropa terhadap Islam dan bagaimana hal ini mempengaruhi pemikiran intelektual dan intelektual Barat.
Pada akhir abad ke-17, Eropa tengah menghadapi berbagai tantangan politik dan sosial, di mana dunia Islam, khususnya kekuasaan Ottoman, seringkali dipandang sebagai ancaman dan misteri. Islam dipandang sebagai agama yang asing dan berbeda dengan agama Kristen, serta dianggap berada di luar peradaban Eropa. Dalam konteks ini, terjemahan Al-Qur'an oleh Sieur du Ryer tidak hanya bertujuan untuk mengartikan teks, tetapi juga untuk memperkenalkan dan menilai ajaran Islam dengan cara yang dilihat dari sudut pandang Eropa.
Eropa saat itu sedang berada dalam masa kolonialisme, dan banyak negara Eropa mulai memperluas wilayah kekuasaannya di dunia Islam. Terjemahan seperti The Alcoran of Mahomet memainkan peran penting dalam memperkenalkan Islam kepada masyarakat Eropa, tetapi seringkali dengan cara yang dipengaruhi oleh orientalisme—suatu gambaran yang menggambarkan dunia Timur (termasuk Islam) dengan cara yang stereotipikal dan eksotis. Orientalisme, seperti yang dijelaskan oleh Edward Said, adalah cara Barat untuk memahami Timur, bukan berdasarkan pada pemahaman yang mendalam dan akurat, melainkan berdasarkan pada konstruksi yang sering kali meminimalkan atau memahami budaya dan agama Timur.
Pendekatan orientalis terhadap Islam, sebagaimana tercermin dalam terjemahan Sieur du Ryer, dapat dilihat melalui cara dia menginterpretasikan teks Al-Qur'an. Salah satu elemen penting dalam terjemahan ini adalah penggunaan istilah "Mahomet" untuk Merujuk pada Nabi Muhammad. Sama seperti kita tahu, istilah "Mahomet" bukanlah bentuk yang tepat dari nama Muhammad dalam bahasa Arab. Penggunaan istilah ini merupakan hasil dari distorsi yang terjadi sejak abad pertengahan, di mana Eropa mengadaptasi nama tersebut melalui bentuk Latin yang salah kaprah. Meskipun penggunaan nama ini dapat dimaklumi dalam konteks sejarah penerjemah, ia mencerminkan bagaimana Eropa pada saat itu berusaha menjauhkan Islam dari akar aslinya, serta mereduksi otoritas Nabi Muhammad sebagai tokoh sentral dalam agama Islam.
Selain itu, dalam penerjemahan Al-Qur'an, Sieur du Ryer sering kali memilih kata-kata yang menggambarkan Islam secara negatif. Misalnya, ada kecenderungan untuk menggunakan istilah yang memandang Islam sebagai agama yang keras dan primitif, serta menggambarkan umat Islam dengan cara yang kurang simpatik. Ini adalah salah satu ciri khas orientalisme: menggambarkan dunia Timur sebagai sesuatu yang berbeda dan terbelakang dibandingkan dengan Eropa, yang dianggap sebagai puncak peradaban.
Misalnya, dalam menerjemahkan Al-Qur'an, du Ryer tidak hanya menerjemahkan teks secara harfiah, tetapi juga menyertakan catatan kaki dan penjelasan yang memperkuat pandangan negatif tentang Islam. Dia sering kali menekankan aspek-aspek Islam yang tampak keras, seperti jihad, tanpa memberikan konteks yang memadai mengenai makna sesungguhnya dari konsep-konsep tersebut dalam ajaran Islam. Ini merupakan bagian dari strategi untuk memperkenalkan Islam dengan cara yang mengesankan bahwa agama ini adalah ancaman bagi nilai-nilai Eropa yang dianggap lebih unggul.
Terjemahan Sieur du Ryer memiliki dampak yang signifikan terhadap cara orang Eropa memahami Islam. Pada saat itu, Islam sering kali dipandang dengan ketakutan dan ketidaktahuan. Islam dianggap sebagai agama yang eksotis dan berbeda, namun tidak selalu dalam cara yang positif. Karya du Ryer berperan dalam membentuk wacana ini, dengan tekanan pada aspek-aspek tertentu yang dianggap menonjol, seperti perintah jihad dan poligami, yang sering kali disalahpahami oleh pembaca Eropa.
Salah satu contoh penting adalah bagaimana The Alcoran of Mahomet memberikan gambaran yang salah atau setengah benar tentang hubungan antara Islam dan kekerasan. Dalam terjemahan ini, istilah jihad sering kali dipahami sebagai perang suci tanpa mempertimbangkan nuansa-nuansa spiritual dan historis yang terkandung dalam konsep-konsep tersebut dalam Islam. Jihad dalam banyak konteks lebih fokus pada perjuangan spiritual dan moral, bukan semata-mata peperangan fisik. Namun, terjemahan oleh Sieur du Ryer lebih menonjolkan interpretasi yang mengarah pada kekerasan, menciptakan kesan bahwa Islam adalah agama yang mempromosikan peperangan sebagai jalan hidup.
Selain dari pilihan istilah yang sering kali kontroversial, teknik penerjemahan yang digunakan oleh du Ryer juga layak dikritik. Pada masa itu, banyak penerjemah Barat yang kurang memahami bahasa Arab secara mendalam, dan ini sering kali berpengaruh pada akurasi terjemahan. Sieur du Ryer, meskipun seorang ahli dalam bahasa Arab, juga terikat pada pandangan Barat yang ada tentang Islam, sehingga hasil terjemahannya tidak sepenuhnya objektif atau netral. Penggunaan istilah yang dipengaruhi oleh agama Kristen, seperti menyebut Nabi Muhammad sebagai “Mahomet”, menciptakan kesan bahwa Islam adalah agama yang asing dan berlawanan dengan ajaran Kristen, meskipun kenyataannya banyak nilai-nilai yang sama di antara keduanya.
Selain itu, du Ryer sering kali menambahkan catatan kaki yang memberikan penilaian moral atau teologis terhadap ajaran Islam, yang menunjukkan bahwa terjemahan ini tidak hanya bertujuan untuk menerjemahkan teks secara tujuan, tetapi juga untuk menilai dan bahkan mengkritik ajaran tersebut. Ini adalah contoh bagaimana penerjemahan bukan hanya proses linguistik, tetapi juga proses ideologi yang sangat dipengaruhi oleh pandangan dunia penerjemah. 
Jika kita membandingkan terjemahan Sieur du Ryer dengan terjemahan modern dari Al-Qur'an, perbedaan yang jelas akan muncul, terutama dalam hal akurasi dan objektivitas. Terjemahan-terjemahan modern cenderung lebih berhati-hati dalam memilih kata dan lebih berusaha untuk mempertahankan makna asli dari teks Al-Qur'an. Terjemahan yang lebih modern juga berusaha memberikan konteks yang lebih luas untuk menghindari penafsiran yang sempit dan cenderung salah. Dalam banyak terjemahan kontemporer, penekanan diberikan pada aspek spiritual, etika, dan teologis Al-Qur'an, dengan penjelasan yang lebih mendalam tentang konsep-konsep seperti jihad, yang mengarah pada pemahaman yang lebih nuansial dan berimbang.
Terjemahan The Alcoran of Mahomet oleh Sieur du Ryer adalah contoh penting dari penerjemahan orientalis yang memperkenalkan Islam kepada dunia Barat melalui lensa yang penuh dengan prasangka dan bias. Meskipun karya ini memiliki nilai sejarah yang penting, kita harus menyadari bahwa terjemahan ini bukan hanya sebuah upaya untuk memahami teks agama, tetapi juga merupakan produk dari pandangan dunia Eropa yang cenderung memandang Timur sebagai sesuatu yang eksotis dan terbelakang. Sebagai bagian dari studi orientalisme, karya du Ryer memberikan wawasan yang berguna tentang bagaimana pemahaman tentang Islam terbentuk pada masa itu, meskipun kita sekarang dapat melihat keterbatasannya dan mengupayakan pemahaman yang lebih akurat dan berimbang.

*Mahasiswa Program Studi Aqidah dan Filsafat Islam UIN Sjech M.Djamil Djambek Bukittinggi

Bagikan:
-
Dampak cuaca ekstrim dan gelombang tinggi di perairan...
Cawako Bukittinggi, bersama tim pemenangan, dan para warga...

Sang Calon Dihati Rakyat Kecil

Opini - 23 November 2024

Oleh: Eri Piliang

Cawako Bukittinggi, Erman Safar sambangi PKL saat blusukan...

* Ruang *

Kolom - 22 November 2024

Oleh: Eri Piliang

Calon Walikota Bukittinggi, Erman Safar beserta istri,...

* Mahkota Juara Sang Benteng Dihati Rakyat *

Opini - 21 November 2024

Oleh: Eri Jon Martin