Malam yang Kelam

*Eri Piliang

Senin, 21 Oktober 2024 | Opini
Malam yang Kelam
Ilustrasi sebuah pemukiman
Senja mulai datang, angin berhembus sepoi-sepoi, langit kelihatan mulai menghitam pertanda sebentar lagi akan turun hujan membasahi bumi yang mulai gersang oleh terik panasnya matahari hari.

Seorang lelaki tua tengah duduk dibangku yang kelihatan sudah mulai lusuh di makan waktu, sama seperti wajah orang tua yang sedang duduk termenung sambil bertopangkan dagu dengan lututnya.

Perlahan, ia menyeruput kopi yang kelihatan masih panas, satu tegukan ahh. Sungguh sangat nikmat sekali, sejurus kemudian sang orang tua tersebut, menoleh ke kiri melihat potret yang tergantung didinding.

Terlihat jelas wajah istri tercinta tersenyum sambil memeluk sang anak yang kala itu masih umur 3 tahunan, pandangan bapak tua tersebut mulai kabur dengan genangan air mata yang mulai menggumpal.

Lelaki tersebut berusaha menahan air matanya, agar jangan sampai tumpah membasahi pipi yang sudah mulai keriput, namun air mata sudah tak terbendung lagi, jatuh membasahi pipi.

Masih segar dalam ingatannya kala itu hujan turun sangat deras, angin juga bertiup sangat kencang, suara guntur menggelegar saling bersahutan satu sama lainnya.

"Dan, tiba-tiba saja air bah yang entah dari mana datangnya, masuk ke dalam rumah, bercampur dengan lumpur, ia bergegas memeluk sang bocah, sementara istri nya menjerit karna saking terkejutnya. Segera ia raih tangannya. Namun karena derasnya air ia tak sanggup untuk memegang tangan pujaan hatinya".

Ketika hendak berpindah tempat berdiri, pegangannya terlepas, sang anak pun ikut terbawa oleh derasnya air bah tersebut. Sang bapak menjerit memanggil istri dan anaknya, tetapi tiada jawaban. Hujan semangkin deras ditambah lagi dengan listrik padam sehingga malam itu sangat mencekam.

Orang tua tersebut tersadar, ia mencari keberadaan istri dan anaknya, disekelilingnya banyak lumpur dan bebatuan. Seorang tetangga memberi segelas air hangat, untuk memulihkan pikirannya, tanpa sadar ia menjerit sekencangnya, memanggil istri dan buah hati tercinta, semangkin kuat menjerit semakin habis suaranya.

Sehingga ia tak sadarkan diri untuk beberapa saat. Pada akhirnya orang tua tersebut tersadar dari lamunannya, seiring terdengar suara azan dari kampung sebelah. 

Ia usap air matanya dengan kedua telapak tangan yang kelihatan sudah mulai keriput di oleh faktor usia, sambil berkata dalam hati, aku sangat rindu kalian.

****

Bagikan:
PMI Hari Pahlawan Nasional
Insannul Kmail